Minggu, 20 Juli 2014

Mengapa Jadi Blogger Itu Menyenangkan?

7/20/2014 11:58:00 PM 8

Jika merujuk pada pendapat orang tua bahwa "Jika suatu pekerjaan dinikmati dengan sungguh-sungguh dan dilandasi rasa cinta yang mendalam, maka hasil yang didapat adalah hal yang menyenangkan". Apapun pekerjaannya, jika itu sudah dilandasi suka, maka proses adalah segalanya. Bukan hasil. Dan itu terjadi pada saya, saat saya memutuskan untuk menjadi seorang blogger di Dunia maya ini.



Sampai saat ini terutama di Indonesia, blogger masih dianggap hobi yang tidak menghasilkan apa-apa,kecuali menghabiskan waktu. Tapi pendapat miring itu bisa saya bantah, karena ketika kita menikmatinya dan dilandasi rasa senang, maka menjadi blogger adalah pilihan tepat. Tanpa sia-sia.

Saya mengenal dunia blogging pada tahun 2007 silam, saat menjadi mahasiswa tingkat akhir. Waktu itu internet sudah mulai mewabah di Indonesia. Di kampus banyak sekali fasilitas internet yang bisa diakses mahasiswa kapan pun dia mau. Alhasil, degan keadaan seperti itu, saya begitu tertarik menjadi seorang blogger. Awalnya, saya senang mengotak-atik script HTML hingga saya bisa membuat suatu blog yang enak dilihat. Pada saat itu, menulis adalah bukan hal yang saya prioritaskan.

Di tahun 2008 pun, saya sudah lancar membuat sebuah blog dan menguasai sedikit bahasa HTML/XML. Namun belum ada produk tulisan yang saya hasilkan. Akhirnya, dari 2008 sampai 2011 akhir, saya meninggalkan dunia blogging. 

Ketika vakum, saya tidak menganggap blogging adalah sebuah hobi yang menyenangkan. Tahun awal 2012, akhirnya saya menemukan lagi feel untuk beraktivitas di dunia blogging. Seolah hidup kembali dari mati suri. Tiap hari saya duduk manis di depan notebook dan sedikit demi sedikit menulis apa saja yang sekiranya membuat saya merasa puas dengan karya kecil itu. Sampai akhirnya sekarang saya begitu menikmati menjadi seorang blogger dengan segudang idialisme dan semangat.

Pertanyaan dari banyak orang adalah apa asyiknya sih menjadi seorang blogger? Ini adalah pertanyaan yang gampang-gampang susah dijawab. Tapi saya akan coba uraikan versi saya, diambil dari pengalaman selama ini :

# Mempertajam Pola Pikir

Jika kita penganut idealisme tinggi, menjadi seoarang blogger adalah sarana untuk mempertajam pola pikir. Mengapa bisa demikian? karena dengan menulis di blog, pola dalam pikiran kita akan terbuka dan mencari banyak hal atas keingintahuan dari apa yag kita pikirkan. Dengan demikian, menulis di blog bisa dijadikan "asahan" yang mempertajam pola pikir.

# Sebagai Alat Kepuasan dalam Berekpresi

Ketika kita menulis artikel kemudian banyak dibaca, apalagi jika itu bermanfaat, maka hal yang didapatkan adalah kepuasan batin dan rasa senang yang tidak bisa uangkan. Itu lah hal yang sangat memotivasi untuk terus berkarya.

# Mendapat Banyak Teman

Sampai saat ini (ketika artike ini ditulis), jumlah blogger sangat banyak. Banyak forum-forum yang menjadi tempat blogger bertukar pikiran, share dan berbagi pengalaman. Interaksi ini sangat memungkinkan untuk kita mendapatkan teman sebanyak mungkin. 

# Bisa Menjadi Tempat Mancari Rizki

Ada banyak pertanyaan pada saya, apa iya jadi blogger itu bisa menghasilkan? saya cuma bisa menjawab "searching aja di google", karena disana akan ditemui banyak blogger sukses yang menyandarkan hidupnya pada dunia blogging. Mereka menjadi jutawan bahkan milyuner dari dunia blogging. Contoh, blog mashable.com adalah blog yang bisa menghasilkan setidaknya 2 Milyar lebih tiap bulannya. Darimana? sekarang sudah ada layanan dari google yang mengkin semua blogger untuk menjadi Publisher Google. Dan dari sanalah lumbung uang.

Nah! jangan anggap remeh bekerja sebagai blogger karena di 10 atau 20 tahun kedepan, Blogger bisa menjadi pekerjaan yang sangat menjanjikan dan diminati. Dari keempat hal yang saya ungkapkan, itulah alasan mengapa jadi blogger itu menyenangkan.

Doni Nudiansyah
Cimahi, 20 Juli 2014

Sebagai Guru, Apapun Kurikulumnya Harus Siap !

7/20/2014 08:21:00 PM 0

Ada yang berbeda pada tahun ajaran 2013/2014 di sekolah-sekolah di seluruh penjuru Indonesia. Ya! perbedaan itu adalah perubahan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013. Sontak semua elemen pendidikan merespon dengan berbagai macam tanggapan. Ada yang positif, ada juga yang bernada miring. Namun saya tak akan memberi tanggapan sebelum mempelajarinya.



Seperti judul diatas, Sebagai guru apapun kurikulumnya harus siap. Siap mempelajari, siap mencerna dan siap melaksanakan. Walau di lapangan kadang terasa sukar menerapkannya. Tapi ya harus bagaimana lagi, "harus siap" adalah kata yang tak bisa dibantah. 

Oke! melalui tulisan ini saya ingin sedikit mengulas apa yang saya pelajari, apa yang saya cerna dan apa yang saya akan laksanakan terhadap kurikulum 2013.

Ada hal yang sangat saya apresiasi dalam kurikulum 2013, yakni  kurikulum ini mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran atau yang kemudian disebut sebagai pendekatan sainstifik (Scientific approach ). Menurut saya, hal ini penting dan sangat dibutuhkan oleh negara kita saat ini dalam menjawab tantangan zaman. Mengapa? karena nagara-negara maju, seperti Amerika, Jerman, Finlandia sampai Jepang telah menerapkan pola ini dalam kurikulumnya. 

Saya yakin, jika kurikulum ini diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan, pendekatan ilmiah akan menjadi titian emas bagi perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. 

Menurut Diknas (Dalam diktat guru implementasi kurikulum 2013), Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.  Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemjdian memformulasi dan menguji hipotesis.

Secara konsep dan filosofis, harusnya kurikulum 2013 bisa menjadi pemecah kebuntuan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia saat ini. Walau harus disadari bahwa peningkatan mutu pendidikan terletak pada mutu dan kualitas gurunya. 

Lalu pertanyaanya adalah bagaimana kualitas guru yang dibutuhkan agar kurikulum 2013 ini bisa sukses? Munurut Prof. Suyanto Ph.D, Dirjen Mandikdasmen, Guru harus diajak berubah dengan dilatih terus menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis Inquiry, Discovery, Contextual Teaching and Learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, perubahan filosofisnya, dll. 

Pernyataan ini didukung oleh, Achmad Sapari, mantan Kasi Kurikulum Subdiknas TK/SD Dindik Kab. Ponorogo, Guru harus terus ditingkatkan sensifitasnya dan kreatifitasnya. Sensifitas adalah kemampuan guru untuk mengembangkan kepekaan-kepekaan paedagogisnya untuk kepentingan pembelajaran.

Dari dua pendapat ini dapat kita kerucutkan, jika guru telah memiliki kualitas sebagai guru professional maka tuntutan kurikulum bagaimana pun tentu akan dapat dipenuhinya. Seorang guru profesional adalah bak seorang Chef ahli yang dapat diminta untuk membuat masakan jenis apa pun sepanjang bahan dan peralatannya tersedia. Seorang Chef ahli bahkan bisa membuat masakan yang enak meski bahan dan peralatannya terbatas.

Jadi, apapun kurikulumnya, sebagai guru mari kita sambut kurikulum 2013 dengan sukacita bukan dengan duka cita. Bravo pendidikan Indonesia.

Doni Nurdiansyah, S.Si
Cimahi, 20 Juli 2014

Senin, 23 Juni 2014

TvOne Vs Metro TV : Saat Media Berpolitik. Cerdaskah?

6/23/2014 12:26:00 PM 0

Ada yang berbeda dengan suasana politik di Indonesia saat ini. Perbedaan ini terlihat dari hanya dua pasang capres-cawapres yang mengikuti perebutan kursi RI 1. Apa imbasnya? ya tentu karena hanya ada dua pilihan, imbasnya adalah pada dukungan politik yang semakin hari semakin memanas. Berbeda dengan pemilu sebelumnya yang diikuti lebih dari dua pasang capres-cawapres yang  terlihat monoton bahkan tidak menarik,pilpres kali ini sangat menarik untuk disimak. Namun saat ini persaingan dua pasang capres-cawapres tersebut boleh dibilang ibarat pertandingan dalam dunia sepak bola. Pemainnya terlihat santai dan damai, namun suporternya malah berantem. Inilah dinamika politik di bangsa kita. 

Suasana politik tersebut juga lahir dari peran media dalam pemberitaan kepada masyarakat. Baik media cetak, elektronik dan media maya, seperti portal, blog dll. Namun yang menarik adalah perseteruan dua stasiun televisi bergenre news, yakni TvOne dan Metro TV. Ya! ada perbedaan yang sangat mencolok dalam pemberitaannya. Ada celotehan yang lumayan lucu dari kalangan masyarakat mengenai persaingan dua stasiun TV swasta tersebut, yakni " Jika dukung Prabowo-Hatta nonton TvOne, kalo dukung Jokowi-JK nonton Metro TV". dan saya kira hal ini benar adanya.

Jika kita amati dengan teliti, pemberitaan dua media besar ini telah banyak mendorong pada opini publik yang tak jarang terlihat tidak objektif dan berimbang. Jika kita lihat TvOne, dalam acara seperti Apa Kabar Indonesia Malam, sering terlihat pembicara yang di undang hanya dari kubu Prabowo-Hatta. Dan jika kita lihat Metro TV dalam acara talk show, yang jadi pembicara berasal dari kubu Jokowi-JK. Mereka berkoar tentang kebaikan kubu masing-masing, tak jarang juga menjatuhkan rivalnya.

Salah satu yang menarik lainya adalah dari segi tagline berita. Jika kita cermati baik-baik, dalam liputan Jokowi-JK di Metro TV sering ditulis "Presiden Pilihan Kita", tapi ketika meliput Prabowo-Hatta yang ditulis adalah "Kampanye Capres-Cawapres" dan begitu sebaliknya di TvOne. Ini pemandangan yang sederhana, namun bermuatan. Masyarakat digiring pada alam bawah sadarnya tentang tagline ini. Itu sah-sah saja. Namun menurut saya kurang etis.

Apakah ini baik untuk masyarakat? Jawabannya sederhana : "kita kembalikan pada pribadi masing-masing". Namun jika kita tidak bisa menyikapi dengan baik, maka yang terjadi adalah lahirnya fanatisme berlebihan yang akan memecah belah masyarakat. Kita mengetahui bahwa sifat dari sebagian banyak masyarakat Indonesia adalah suka pada Intrik dan gosip. Dan momen saat inilah yang membuat santapan empuk bagi mereka yang suka intrik dan gosip.

Media memang tidak bisa netral. Tidak ada kamus "netral" dalam literatur jurnalistik. Yang ada adalah "independensi", kebebasan pers, kemerdekaan pers, yakni merdeka memberitakan apa saja yang penting bagi kebaikan publik, dengan berpegang pada prinisp verifikasi, konfirmasi, berimbang, akurat, dan HANYA mengabdi kepada kebenaran dan publik. Setidaknya, itulah prinsip dasar jurnalisme yang dirumuskan Bill Kovach dalam The Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and The Public Should Expect. Jika sudah berbicara idealisme yang mahal, ini merupakan pemberangusan idealisme dan independensi.  Jadi Pemodal atau pemilik media adalah penikmat kebebasan pers sesungguhnya!

Semoga dari apa yang kita tangkap dari dua stasiun TV tersebut, bisa membuat kita melek terhadap dinamika politik yang semakin hari semakin kencang. Alat yang sangat bisa kita andalkan untuk menangkal pemberitaan yang tidak berimbang itu adalah AKAL SEHAT.  Jadi gunakanlah sebaik mungkin alat itu untuk menentukan pilihan dan memantapkan pilihan. 

Salam Kompak Indonesia

Doni Nurdiansyah



Kamis, 10 April 2014

Akhirnya Berbicara Jokowi dan Prabowo Juga

4/10/2014 09:22:00 AM 0
Pemilihan Umum baru saja usai. Seluruh rakyat Indonesia telah melaksanakan pesta demokrasi yang sangat diagungkan. Apa efeknya? ya! suhu politik semakin panas. Konspirasi mulai meraja lela, fitnah mulai menebar sampai orang kecil pun ikut mati-matian membela elit yang berebut kekuasaan. 



Dari awal tahun 2014 ini, rakyat disuguhkan pertunjukan para elit politik dan para elit partai yang menebar propaganda dan ajakan ke arah Indonesia lebih baik. Secara teori, semakin besar propaganda yang diberikan, semakin besar pula tingkat kebingungan rakyat terhadap politik. Ini akan semakin rentannya kepercayaan rakyat terhadap dunia politik.

Dari dulu, saya selalu ogah jika berbicara politik. Saya hanya bisa mengamati gerak-gerik elit politik dan partainya. Namun karena suhu politik semakin panas, saya mulai tergerak untuk membicarakannya. Tidak secara langsung melainkan lewat blog ini.

Sekarang saya akan menyoroti dulu tentang calon presiden. Jika kita lihat, ada dua kandidat besar dalam peta persaingan dalam bursa calon presiden. Ya! Jokowi dan Prabowo. Dua tokoh berbeda karakter, namun memiliki kualitas kepemimpinan yang baik.

Saya bahas dulu Jokowi.  Jokowi adalah sosok yang sangat saya kagumi dari segi kinerja. Disaat pemimpin enggan pergi menghampiri rakyatnya, dia mampu dan mau melakukannya. Saya masih ingat ketika dia masuk ke gorong-gorong dengan menggunakan seragam Korpri (Saya lihat di berita TV) untuk mengecek sanitasi di kota Jakarta. Tak banyak pemimpin seperti ini. Gaya blusukannya mampu menyedot perhatian publik dan media, yang membuat populeritas dan elektabilitanya meningkat seiring waktu. 

Namun akhir-akhir ini saya mulai ragu dengan sikap politiknya. Ketika ketua Umum PDI perjuangan, Megawati Soekarno Putri, memberikan mandat pada Jokowi untuk menjadi Capres dari PDIP, sikap jokowi mulai menunjukan eksistensinya yang bisa dibilang over. Dalam janjinya semansa kampanye Pilgub DKI, dia menyatakan bahwa akan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di DKI selama 5 Tahun. Namun di separuh perjalannya sebagai gubernur DKI ia mengingkari janjinya. Ini yang membuat saya ragu. 

Saya punya pandangan jika Jokowi jadi capres di tahun 2019 saja. Menurut saya hal ini akan sangat baik, mengingat kematanngannya mengurus negara masih harus diuji dan diasah lewat kepemimpinannya di DKI. Banyak elit politik yang mengatakan bahwa jangan sampai Jokowi dianggap anak TK yang berbicara masalah-masalah anak SMA. Indonesia itu bukan solo dan Jakarta. Tidak bisa membangun Indonesia, cukup dengan blusukan dan pencitraan. 

Sekarang Prabowo. Probowo adalah sosok tegas dan garang yang dimiliki negara ini. Mengawali karir sebagai prajurit TNI dan sempat menjadi orang nomer 1 di Koppasus, membuat watak kerasnya menempel dalam pembawaanya. Setelah reformasi di tahun 1998, ia mengilang dan lebih memilih tinggal di Jordania. Karena memang disana dia mendapatkan tempat.

Langkah dan ambisi Probowo untuk menjadi RI 1 pun mulai menemui hambatan ketika rivalnya Jokowi menjadi capres dari partai yang menjadi mitra partainya (Gerindra). Mengingat dari berbagai lembagaa survei, elektabilita Probowo ada dibawah elektabilitas Jokowi. Hal ini yang membuat dirinya banyak menyerang kubu jokowi dan membuat penafsiran publik semakin negatif padanya, namun ada juga yang mendukungnya.

Menurut saya, jika prabowo menjadi presiden, ia akan menjadi pemimpin yang tagas dan berani. Tak terlepas dari sikap dan sifat kerasnya. Namun publik pun sering disuguhkan oleh propaganda masa lalunya yang menurut sebagian orang kelam untuk republik ini. Namun terlepas dari masa lalu, kita harus berani bijak dalam melihat orang. Jika ia memiliki visi yang bagus kedepannya kenapa tidak?

Dari dua sosok calon pemimpin bangsa ini, saya hanya berharap, siapapun pemimpinnya nanti harus membawa Indonesia lebih baik lagi.

Jumat, 04 April 2014

Cerita Kuliah : Masih Belum Ada Harapan [Part 1]

4/04/2014 10:45:00 AM 0


Tahun 2004.

Tahun ini merupakan tahun yang penuh dengan tantangan. Pasalnya di tahun ini aku akan lulus dari bangku SMA dan benar-benar harus terjun di dunia nyata. Dunia sebener-benarnya dunia. Jika diibaratkan sekolah itu adalah terdiam dalam sebuah ruangan yang serba enak, maka ketika sudah lulus, pintu ruangan itu sudah mulai di buka dan aku harus meninggalkan ruangan dengan bekal yang diperoleh di dalam ruangan. 

Jika ditanya mau ke arah mana aku akan melangkah setelah tamat SMA? Jawabannya penuh dengan misteri. Ya! pasalnya ibu paling ngotot bahwa aku harus ke Jakarta dan bekerja disana menemani sang kakak yang telah lebih terlebih dahulu sudah berada disana untuk bekerja menjadi kuli di negeri orang.

Kuliah sudah seperti harapan dan mimpi yang takkan kunjung datang. Ibu beralasan bahwa kuliah itu hanya untuk orang kaya dan rakyat miskin seperti kami hanya mimpi saja yang paling mungkin. Ibu tetap bersikeras jika kuliah adalah bukan jalan yang harus aku tempuh kelak. 

Setiap aku meminta untuk berkuliah. Yang terlontar dari ibu adalah kalimat dengan nada marah dan geram. Ibu sudah sangat mewanti-wanti bahwa beliau tidak sanggup untuk membiayai karena memang kondisi ekonomi keluarga kami sangat serba kekurangan. Sejak ayah meninggal tahun 2000 silam, keadaan ekonomi kami memang sangat kekurangan dan tak banyak uang untuk sesuatu yang mahal.

Jika mendengar ibu ngoceh tentang pendiriannya bahwa aku harus ke jakarta dan tidak melanjutkan kuliah, rasanya semua mimpi dan angan tentang melanjutkan cita-cita berpendidikan tinggi musanah seketika. Hanya keajaiban mungkin jalan terakhir yang diberikan Tuhan untuk mewujudkan semua mimpi itu.  Yang paling tidak membuat enak hati adalah ketika wali kelas memanggil dan menanyakan mau kemana setelah lulus SMA nanti? Aku hanya bungkam dan hanya bisa tersenyum kecil.

Bersambung